Dalam ajaran islam, suami adalah penanggungjawab utama atas usaha mencari nafkah untuk keluarga. Dialah yang dituntut dalam keluarga untuk mencari nafkah, pakaian, dan tempat tinggal bagi istri dan anak-anaknya. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah swt dalam berfirmannya,
“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut wujd-mu” (QS. Ath-Thalaq:6) maksud kata “wujd” dalam ayat tersebut adalah kemampuan
Allah swt berfiman, “Hendaklah orang yang mampu member nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang dipersempit rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan” (QS. Ath-Thalaq:7)
Rasulullah saw telah menandaskan bahwa nafkah untuk keluarga adalah sedekah yang paling utama dan paling besar pahalanya, seperti sabda beliau,
“Perbandingan satu dinar yang kau nafkahkan di jalan Allah, satu dinar yang kau gunakan untuk membebaskan budak, satu dinar yang kau sedekahkan kepada fakir miskin, dan satu dinar yang kau berikan sebagai nafkah bagi keluargamu. Yang terbesar pahalanya di sisi Allah swt adalah satu dinar yang kau berikan sebagai nafkah untuk keluargamu” (Muttafaq Alaih)
Pemberian nafkah adalah hak bagi istri dan menjadi kewajiban bagi suami, baik istri itu kaya maupun miskin. Istri juga tidak dapat dipaksa untuk menggugurkan haknya itu kecuali jika dia memang melakukannya dengan suka rela. Allah swt berfiman,
“Kemudian jika mereka memberikan sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”(QS An-Nisa:4)
Jika syariat telah menetapkan hak-hak atas harta istri, lantas apakah masuk akal jika kemudian dikatakan bahwa seorang suami memiliki hak atas harta istrinya, baik hartanya itu berasal dari gaji maupun harta yang telah ada sejak dulu?
Salah satu yang membuat islam lebih baik dari agama lain adalah karena islam memberi kuasa kepada perempuan untuk mengurus “hartanya” sendiri. Dia berhak mengatur hartanya itu tanpa harus meminta izin kepada suamiya terlebih dahulu.
Ikatan perkawinan yang mengikat sepasang suami istri haruslah didirikan atas dasar keinginan kuat untuk menjaga keharmonisan keluarga dan ketentramannya, berlandaskan kasih saying dan kesepakatan. Rasulullah pernah mengungkapkan betapa kagumnya ia kepada istrinya Sayyidah Khadijah r.a yang tegambar dalam sabda beliau,
“Dia selalu membantuku dengan hartanya, ketika orang lain enggan melakukan hal itu untukku”
Kumpulan Artikel Islami
Published:
2013-04-14T23:47:00-07:00
Title:Adakah Hak Suami atas Gaji Istri
Rating:
5 On
22 reviews